Selasa, 22 April 2008

Tugas 2 Bimbingan Konseling

TUGAS II BIMBINGAN KONSELING


A. Buatlah suatu instrument atau pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui :
1. Dengan cara apa seorang guru dapat memberikan bimbingan kepada siswa atau kliennya untuk meraih cicta-cita yang diinginkannya?
2. Potensi-potensi bawaan seperti apa yang diberikan seorang guru kepada siswa atau kliennya dalam meraih kehidupan yang sukses dan bahagia?
3. Bagaiman caranya seorang guru bisa menjelaskan betapa besarnya pengaruh lingkungan di dalam belajar yang ada pada zaman sekarang ini kepada siswanya?
4. Bagaimana caranya seorang guru dapat mengembangkan keunikkan yang dimiliki oleh siswa atau klien secara pribadi?

B. Jelaskan Teori belajar di bawah ini !
1. Teori Belajar Bahaviorisme
Teori ini merupakan psikologi yang seharusnya mempelajari kejadian-kejadian empirik yang dipandang sebagai sesuatu yang dapat memberikan rangsangan atau stimulus yang akhirnya menimbulkan sebuah perilaku yang dapat diamati sebagai tanggapan atau respon. Teori ini juga memakai pola perilaku, kemampuan, dan sifat-sifat seseorang yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dibandingkan dengan faktor keturunan dengan adanya teori ini dikatakan bahwa proses belajar merupakan topik utama yang dipelajari dalam teori ini.
2. Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemprosesan Informasi
Telah dikemukan tentang aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget, yaitu tahap (1) sensory motor, (2) pre operational, (3) concrete operational, dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didiknya.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran, yaitu :
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak didiknya.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap dengan lingkungan di sekitarnya.
e. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
f. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
g. Di dalam kelas, anak-anak diberikan peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.
3. Teori Belajar Gestalt.
Teori berkembang pesat di Jerman. Kata Gestalt sendiri diambil dari bahasa Jerman yang secara harfiah berarti “bentuk” atau “pola umum”. Para psikologi Gestalt berpendapat bahwa pengalaman seseorang mempunyai struktur yang umum atau memiliki kesatuan kualitas tertentu. Teori Gestalt yang diajukan oleh para psikologi adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu situasi rangsangan ditangkap sebagai suatu keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah penjumlahan rangsangan-rangsangan kecil (detail) yang ditangkap oleh alat-alat indera, melainkan keseluruhan dari detail-detail tadi.
4. Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi melalui suatu proses membangun pengetahuan dari diri siswa, yang umumnya dipengaruhi oleh pengajar, materi ajar dan siswa itu sendiri. Konstruktivisme adalah suatu penjelasan bagaiman pelajar di dalam belajar dapat membina pemahaman yang bermakna tentang alam sekeliling mereka.

Jumat, 11 April 2008

Psikologi pendidikan menurut William James

William James, pelopor keilmuan psikologi dari Amerika Serikat, menyatakan setiap individu tentu memahami terminologi atensi. Pengendalian pikiran (mind) pada satu pemikiran (thought) secara jelas dan jernih, dari sekian banyak ragam pemikiran yang dapat terjadi secara simultan. Intinya adalah pemusatan atau konsentrasi kesadaran. Hal ini mengimplikasikan penarikan perhatian dari suatu hal, untuk menangani hal lain secara efektif (James 1890: 403-404). Studi tentang pemilihan pemrosesan informasi, penarikan atensi dari beragam hal guna memperhatikan hal lain secara lebih efektif, juga diuraikan pada referensi "Perception and Communication" yang ditulis pada tahun 1958 oleh D. E. Broadbent. Secara umum, kebanyakan riset mengenai hal ini dapat dikelompokan sebagai riset tentang "atensi", walaupun berbagai permasalahan yang berkenaan dengan pemrosesan informasi selektif tentu tidak selalu dapat diidentikan dengan pemikiran pribadi William James tentang kesadaran selektif.

Bahkan pada kenyataannya banyak aspek dari selektifitas berkenaan dengan pengorganisasian suatu aktifitas yang difokuskan. Di setiap saat, individu secara aktif berusaha mencapai satu dari berbagai tujuan. Beberapa aktifitas, dibandingkan yang lainnya, dapat lebih mendekatkannya pada pencapaian tujuan. Sebagian dari input sensorik relevan dan perlu dievaluasi lebih lanjut. Kondisi umum seperti siaga atau mengantuk juga dapat dianggap sebagai aspek "atensi". Pada “Perception dan Communication”, suatu alat tertentu digunakan untuk meneliti berbagai fenomena; pendengaran selektif, menurunnya performa karena durasi kerja yang lama, kerusakan karena suara yang keras dan lainnya. Temuan ini kemudian diperkuat lagi pada referensi "Decision and Stress" masih dari D. E. Broadbent, 1971.

Persepsi selektif pada beragam modalitas (pengindraan) telah diteliti secara seksama dalam periode belakangan. Eksperimen berkenaan dengan pendengaran selektif yang dilakukan pada dekade 1950-an berkenaan dengan partisipan mendengarkan dua pesan berbeda secara simultan. Beragam eksperimen ini merefleksikan beberapa hal; (1) indikasi kapasitas manusia yang terbatas, partisipan sering kali tidak mampu mengidentifikasi dua pesan pada saat bersamaan, (2) indikasi kondisi pemilihan efektif: partisipan mampu mengidentifikasi satu pesan dan mengabaikan pesan lainnya, ketika terdapat perbedaan karakteristik fisikal; seperti lokasi, intensitas atau warna suara. Namun kemampuan ini tidak muncul ketika kedua pesan hanya berbeda pada segi konten, (3) indikasi konsekuensi dari seleksi efisien: individu mendengarkan satu pesan dan mengabaikan pesan yang lain mampu melaporkan karakteristik paling mendasar dari pesan yang diabaikan; contohnya ketika perkataan diubah menjadi nada. Namun kembali lagi gagal membedakan apakah perkataan yang disampaikan akrab di telinga atau tidak.

Ketiga indikasi tersebut telah memiliki studi lanjutan. Referensi dari Treisman dan Davies 1973 berkenaan dengan keterbatasan kapasitas persepsi adalah salah satunya. Eksperimen menggunakan perpaduan stimulus, visual dan audio, menunjukan bahwa batas utama persepsi simultan, sangat terkait dengan keunikan modalitas: stimulus visual dan audio yang terjadi saat bersamaan dapat diidentifikasi lebih baik dibandingkan dua stimulus dengan modalitas yang sama (visual dan visual / audio dan audio). Berkenaan dengan pengendalian pemilihan stimulus, terdapat pula eksperimen yang menunjukan pengaruh gabungan dari pendekatan atas-bawah (terkait aktifitas) dan bawah-atas (terkait stimulus). Pendekatan atas-bawah terjadi ketika individu diintruksikan untuk memperhatikan hanya pada objek di bagian tertentu dari modalitas visual (pemilihan didasarkan pada lokasi), objek yang memiliki warna tertentu atau karakteristik lainnya (pemilihan didasarkan pada karakteristik) atau objek yang memiliki kategori tertentu (contohnya huruf dibandingkan angka) (von Wright 1968). Pemilihan berdasar lokasi (perhatian spasial) telah dipelajari secara seksama oleh (Posner, 1978). Terlepas dari aktifitas atau instruksi, faktor dari stimulus seperti intensitas (Broadbent, 1958) atau kemunculan secara mendadak (Jonides dan Yantis, 1988), juga mempengaruhi pemilihan stimulus. Pelatihan yang intensif berkenaan dengan stimulus tertentu, memudahkan pemilihan persepsi (Moray, 1959). Banyak program didesain untuk melatih pemilihan stimulus yang secara umum melatih daya konsentrasi misalnya Prima Focus, program pelatihan yang didesain oleh Prima Study - Education, Training & Consultancy. Adapun salah seorang fasilitator utama dari program ini adalah Yovan P. Putra.

Berkenaan dengan hasil dari pemilihan efektif, eksperimen telah menguraikan berbagai hal yang berbeda pada pemrosesan stimulus, baik yang diperhatikan maupun yang diabaikan. Seringkali, sangat sedikit yang dapat diingat secara eksplisit oleh individu berkenaan dengan stimulus yang diinstruksikan untuk diabaikan, walaupun stimulus tersebut sangat jelas terdengar atau terlihat (Wolford dan Morrison 1980). Sebaliknya, pengukuran tidak langsung mengindikasikan keberadaan pemrosesan bawah sadar (non-conscious processing) atau tersembunyi; contohnya kata yang diabaikan yang sebelumnya diasosiasikan dengan kejutan, menghasilkan Galvanic Skin Response, walaupun partisipan gagal menyadari keberadaannya (Corteen dan Dunn 1974). Karakteristik dan durasi dari pemrosesan implisit dari informasi yang tidak diperhatikan masih menjadi topik perdebatan, seperti yang diindikasikan pada fenomena memori implisit atau eksplisit.

Berbagai penelitian di atas memunculkan beragam pertanyaan berkenaan dengan pemrosesan selektif, misalnya pertanyaan mengenai atensi yang terbagi (divided attention); seberapa banyak pembagian yang dapat dilakukan pada satu saat. Pertanyaan lainnya berkenaan dengan atensi selektif (selective attention); seberapa efisiennya stimulus yang diinginkan dapat diproses dan stimulus yang tidak diinginkan dapat diabaikan. Berbagai eksperimen tersebut memberikan pengukuran terhadap penciptaan prioritas selektif (selective priority) berkenaan dengan format atensi dan pengubahan (switching). Sebagai tambahan, terdapat pula atensi penunjang (sustained attention), kemampuan mempertahankan satu pemrosesan selama durasi tertentu, seperti yang ditunjukan pada fenomena meditasi yang dilakukan para yogi atau praktisi spriritualisme lainnya.

Tinjauan keilmuan neurobiology dari atensi visual merupakan topik penelitian yang sangat menarik. Pada otak primata, informasi visual didistribusikan pada jejaring yang berkenaan dengan area kortikal, yang bertanggung jawab terhadap pemisahan fungsi visual dan berkenaan pula dengan sebagian dari dimensi visual seperti bentuk, gerakan dan warna (Desimone dan Ungerleider 1989). Secara keseluruhan "daerah visual" melingkupi secara umum daerah tertentu dari bagian serebral belakang (posterior cerebral hemisphere). Perekaman pada sel tunggal di beberapa area visual kera menunjukan respon yang lemah atau diminimalkan terhadap stimulus yang mana didisain untuk diabaikan (Moran dan Desimone 1985). Pengukuran aktifitas elektrik keseluruhan pada otak manusia dan perubahan yang terhubung pada aliran darah di serebral lokal, juga mengindikasikan respon yang lebih besar pada stimulus yang diperhatikan dibandingkan pada stimulus yang diabaikan (Heinze et al. 1994). Kerusakan pada satu bagian otak melemahkan representasi dari stimulus pada bagian yang berlawanan dengan medan pengelihatan. Fenomena tersebut dapat dideteksi ketika masing-masing stimulus disajikan secara terpisah, namun tidak terdeteksi ketika stimulus disajikan bersamaan (Bender 1952). Seluruh hasil ini menunjukan bahwa input visual secara bersamaan saling bersaing mendapat representasi di jejaring area visual (Desimone dan Duncan 1995). Stimulus yang diperhatikan direpresentasikan lebih kuat, sementara stimulus yang tidak diinginkan respon terhadapnya ditekan.

Tambahan selain persepsi selektif adalah aktifasi selektif atas tujuan atau komponen dari rencana kerja. Kembali lagi, di sini juga kesalahan mengindikasikan adanya keterbatasan kapasitas atau kesulitan mengorganisasi dua jenis pemikiran atau aktifitas secara simultan. Setiap saat, kekeliruan aktifitas, seperti pergi ke dapur ketika individu ingin mandi atau mengambil piring ketika individu ingin minum, dapat terjadi ketika pikiran didominasi oleh pemikiran lain (Reason dan Mycielska 1982). Kembali lagi, peran latihan sangat penting untuk mengatasi hal ini. Walaupun tidak dimungkinkan untuk mengorganisasi dua aktifitas yang tidak akrab (familiar) pada saat bersamaan, aktifitas akrab nampaknya terjadi secara otomatis, membiarkan atensi dalam hal ini bebas untuk berkutat hal yang lain. Aktifitas akrab dapat terjadi tanpa disadari (involunteer) sehingga terkadang terjadi pada saat yang tidak tepat. Kembali lagi berbagai kekeliruan aktifitas memberikan ilustrasi yang sangat jelas seperti berjalan ke arah yang akrab padahal ingin menuju ke tempat yang berbeda atau mengambil kunci ketika berada di depan pintu rumah tetangga (James 1890). Secara klinis hal ini dikenal sebagai efek Stroop. J. R. Stroop pada tahun 1935 melakukan eksperimen dimana melibatkan partisipan menamai warna dari kata yang tertulis (umumnya kata yang tertulis merupakan nama warna seperti "merah", "kuning" dan lainnya). Pengidentifikasian warna dapat dipengaruhi oleh tendensi pembacaan kata yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya berkenaan dengan efek Stroop, perhatikan ilustrasi berikut. Hasil tersebut menunjukan suatu model di mana aktifitas yang memiliki tendensi konflik berkompetisi untuk aktifasi. Dengan pelatihan, seperti Prima Focus atau program lainnya, daya kompetisi suatu aktifitas dapat lebih ditingkatkan, misalnya kemampuan memfokuskan pada pembacaan buku sementara mengabaikan suara bising di sekitar.

Ilustrasi Efek Stoop (2)

Prilaku yang tidak teratur dan kekeliruan aktifitas dapat terjadi sering kali ketika terdapat kerusakan pada lobus frontal (frontal lobes) otak seperti yang diungkapkan oleh Alexander Luria, seorang psikolog Rusia, pada tahun 1966. Kekacauan dapat berwujud dalam berbagai bentuk; aktifitas pengusik yang tidak relevan dengan aktifitas yang sedang dilakukan, pengulangan yang intensif dari aktifitas pengusik, pemilihan yang tidak biasa, seperti yang dicontohkan oleh aktifitas pergi ke dapur ketika individu yang bersangkutan sebenarnya ingin mandi. Pertanyaan yang masih belum terjawab adalah bagaimana pemilihan aktifitas dapat berkembang dari gabungan aktifitas pada berbagai sistem lobus frontal (frontal lobes).

Pada beberapa kasus, tentunya, dapat dikatakan berbagai aspek atensi terpisah antara satu dengan yang lainnya. Contohnya, seperti yang telah didokumentasikan mengani berbagai bentuk kompetisi yang nyata atau interferensi satu aktifitas oleh aktifitas yang lainnya. Hal ini meliputi pula kompetisi pemahaman pada modalitas spesifik, respon yang terkait dengan penyebab dan representasi mental yang serupa (misal dua representasi spasial atau verbal, seperti yang diungkapkan oleh A. Baddeley 1986); walaupun terdapat pula penyebab umum dari interfensi bahkan pada aktifitas yang tidak serupa, seperti yang ditulis oleh Bourke, Duncan dan Nimmo-Smith pada tahun 1996. Setiap aspek dari kompetisi merefleksikan cara yang unik dari sistem saraf dalam memilih satu proses mental dibandingkan yang lain.

Pada saat yang bersamaan, selektifitas di berbagai domain mental perlu sepenuhnya terintegrasi guna melakukan aktifitas yang bertujuan dan koheren (Duncan 1996). Terdapat pula suatu bentuk fungsi "eksekutif" mental yang mengambil alih kendali pengkoordinasian aktifitas mental, seperti yang diungkapkan oleh A. Baddeley, 1986; misalnya untuk menjamin bahwa tujuan yang sebenarnya, aksi dan pemahaan input terintegrasikan bersama. Dengan kata lain ketika anda membaca buku, tujuan untuk memahami isi buku, aktifitas pembacaan dan pemahaman yang didapatkan terintegrasi secara sempurna. Penngintegrasian ini perlu dilakukan semenarik mungkin sehingga pikiran memprioritaskan perhatian, mungkin melalui suatu pengaturan yang unik. Melalui analogi model "relaksasi" dari berbagai proses mental (McCleland dan Rumelhart 1981), material terpilih pada satu domain mental (contohnya tujuan aktif, pemahaman input, material dari memori) dapat mendukung pemilihan material pada domain lain. Deskripsi pendekatan atas-bawah yang disajikan sebelumnya, sebagai contohnya, mengimplikasikan bahwa tujuan mengendalikan pemilihan pemahaman; serupa dengan tujuan aktif dapat dibalikkan oleh input pemahaman baru, seperti ketika telepon berbunyi atau teman melintas di jalan. Pendekatan manapun yang diambil, aspek sentral dari "atensi" merupakan hal yang berkenaan dengan koordinasi mental.

[sunting] Referensi

  • Baddeley, A. D. (1986). Working Memory. Oxford: Oxford University Press.
  • Bender, M. B. (1952). Disorder in Perception. Springfield, IL: Charles C. Thomas.
  • Bourke, P. A., J. Duncan, dan I. Nimmo-smith. (1996). A general factor involved in dual task performance decrement. Quarterly Journal of Experimental Psychology 49A: 525 – 545.
  • Broadmbent, D. E. (1958). Perception and Communication. London: Pergamon.
  • Broadmbent, D. E. (1971). Decision and Stress. London: Academic Press.
  • Corteen, R. S., dan D. Dunn (1974). Shock-associated words in a nonattended message: a test for momentary awareness, Journal of Experimental Psychology 102: 1143 – 1144
  • Desimone, R., dan L. G. Underleider. (1989). Neural mechanisms of visual processing in monkeys. In F. Boller and J. Grafman, Eds., Handbook of Neuropsychology, vol. 2. Amsterdam: Elsevier, pp. 267 – 299.
  • Desimone, R., dan J. Duncan. (1995). Neural mechanisms of selective visual attention. Annual Review of Neuroscience 18: 193 – 222
  • Duncan, J. (1996). Cooperating brain systems in selective perception and action. In T. Inui dan J. L. McClelland, Eds., Attention and Performance XVI. Cambridge, MA: MIT Press, pp. 549-578.
  • Heinze, J. J. et al., (1994). Combined spatial and temporal imaging of brain activity during visual selective attention in humans. Nature 372: 543 - 546
  • James, W. (1890). The Principles of Psychology. New York: Holt.
  • Jonides, J., dan S. Yantis. (1988). Uniqueness of abrupt visual onset in capturing attention. Perception and Psychophysics 43: 346-354
  • Luria, A. R. (1966). Higher Cortical Function In Man. London: Tavistock
  • McCleland, J. L., dan D. E. Rumelhart. (1981). An interactive activation model of context effects in letter perception: Part 1. An account of basic findings. Psychological Review 88: 375-407.
  • Moran, J., dan R. Desimone (1985). Selective attention gates visual processing in the extratriate cortex. Science 229: 782-784.
  • Moray, N. (1959). Attention in dichotic listening: affective cues and the influence of instructions. Quarterly Journal of Experimental Psychology 11: 56 – 60
  • Posner, M. I. (1978). Chronometric Explorations of Mind. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
  • Reason, J., dan K. Mycielska. (1982). Absent-minded? The Psychology of Mental Lapses and Everyday Errors. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
  • Stroop, J. R. (1935). Studies of interference in serial verbal reactions. Journal of Experimental Psychology 18: 643-662.
  • Treisman, A. M., dan A. Davies. (1973). Divided attention to ear and eye. In S. Kornblum, Ed., Attention and Performance IV. London: Academic Press, pp. 101-117.
  • Von Wright, J. M. (1968). Selection in visual immediate memory. Quarterly Journal of Experimental Psychology 20: 62-68
  • Wolford, G., dan F. Morrison. (1980). Processing of unattended visual information. Memory and Cognition 8: 521-527

Selasa, 01 April 2008

PERMASALAHAN SILABUS SMP KELAS: VII


Sub Tugas Perkembangan :

Mencapai Perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Bidang Bimbingan : Bimbingan Pribadi


Materi pengembangan kompetensi :

  1. Macam-macam kaidah ajaran agama

  2. Pokok-pokok keyakinan ajaran agama yang dianutnya

  3. Praktik menjalankan ajaran agama


Rumusan Kompetensi :

  1. Memahami secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya.

  2. Meyakini kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya.

  3. Menjalankan kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya.


Permasalahan :

  1. Permasalahan yang terjadi di dalam diri sendiri terlebih dahulu cara mendalami kaidah-kaidah ajaran agama yang telah dianutnya.

  2. Adanya rasa malas dan tidak mempunyai keyakinan terhadap ajaran agama yang dianutnya.

  3. Adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik terhadap diri sendiri.

  4. Kurangnya ilmu pengetahuan agama yang diperoleh siswa di sekolah.


Solusi :

  1. Orang tua harus lebih dapat memperhatikan sikap dan tingkah laku terhadap anaknya.

  2. Memperbanyak wawasan ilmu agama pada para siswa melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan di sekolah.

  3. Guru dapat memberikan wawasan tentang agama terhadap muridnya di sekolah


.



Selasa, 25 Maret 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupu perubahan sikap dan perilakunya. Untuk mengenal kepribadian masa remaja perlu diketahui tugas-tugas di dalam perkembangannya antara lain:

¨ Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif tetapi sebagai besar bagi para remaja tidak dapat menerima fisikinya. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani berusaha untuk memutihkan kulitnya.

¨ Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua. Usaha remaja di dalam memperoleh suatu kebebasan emosional sering disertai perilaku “pemberontakan” dan melawan orangtua.

¨ Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini.

¨ Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri. Bila renaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri mereka pasti mereka akan lebih cepat menjawab tetang kekurangan yang telah dimilikunya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemempuan dirinya sendiri.

¨ Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma. Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat atau bintang film yang dikaguminya.

Selama masa remaja mempunyai empat perubahan yang bersifat universal, anatara lain :

¨ Meningkatkan emosi, perubahan ini tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologi yang terjadi terhadap remaja. Perubahan emosi ini banyak terjadi pada remaja awal.

¨ Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial agar dapat diperankan dan menimbulkan masalah yang baru, sehingga selama masa ini remaja dapat ditumbui terhadapa masalah.

¨ Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada masa anak-anak sudah tidak dianggap penting lagi.

¨ Sebagian besar para remaja bersikap ambilavensi terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuanmereka untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut.

Menurut Rumke pada masa remaja mempunyai kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi dari tiga masalah, yaitu:

¨ Kesulitan remaja dalam mengatasi masalah individu, yaitu kesulitan dalam mewujudkan dirinya sebagai seorang yang dewasa disebabkan karena sikapnya yang ambivalensi.

¨ Kesulitan maslah regulasi yang disebabkan karena ketidakmampuan para remaja dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang sangat pesat di bidang fisik dan seksualnya.

¨ Kesulitan intergrasi yang disebabkan oleh kesulitan remaja dalam menyesuaikan dan mengintergrasikan norma-norma atau nilai-nilai sikap danperilakunya dengan noram atau nilai-nilai standar yang berlaku di lingkungan masyrakatnya, Karen pada masa ini para remaja sedang menentukan atau mencari identitas dirinya.

Selain tugas-tugas perkembangan dan kesulitan yang dihadapi pada masa remaja, perlu diketahui ciri-ciri khusus pada masa remaja, antara lain:

¨ Pertumbuhan fisik yang sangat cepat

¨ Emosinya yang tidak stabil

¨ Perkembangan seksual yang sangat menonjol

¨ Cara berfikirnya yang bersifat kausalitas (hokum sebab akibat)

¨ Terikat erat dengan kelompoknya

Secara teoritis ada beberapa tokoh psikologi mengemukan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari banyak sekian tokoh yang telah mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena pada masa remaja ini adalah suatu masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi menjadi 2 peride, antara lain:

1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun

a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas.

Cirinya:

¨ Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi.

¨ Anak mulai bersikap kritis

b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal.

Cirinya:

¨ Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya

¨ Memperhatikan penampilan

¨ Sikapnya tidak menentu atau plin-plan

¨ Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib

c. Masa akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen.

Cirinya:

¨ Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologinya belum tercapai sepenuhnya

¨ Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri awal dari remaja pria.

2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun

Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:

¨ Perhatiannya tertutup pada hal-hal realitas

¨ Mulai menyadari akan realitas

¨ Sikapnya mulai jelas tentang hidup

¨ Mulai nampak bakat dan minatnya

Sumber:

1. Akiyas Azhari. Psikologi Umum dan Perkembangan. Teraju. 2004

2. Drs. M. Alisuf Sabri. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Pedomam Ilmu Jaya. 1992

3. www.iqeq.web.id

Senin, 24 Maret 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA
[ Selasa, 27 Juli 2004 | 3660 pembaca ]

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain:

Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.

Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua
Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.

Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin
Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut.

Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).

Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah "aku" ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.

Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
- Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
- Emosinya tidak stabil
- Perkembangan Seksual sangat menonjol
- Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
- Terikat erat dengan kelompoknya

Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:

1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
- Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
- Anak mulai bersikap kritis

b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
- Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
- Memperhatikan penampilan
- Sikapnya tidak menentu/plin-plan
- Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib

c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
- Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
- Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria

2. Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
- Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
- Mulai menyadari akan realitas
- Sikapnya mulai jelas tentang hidup
- Mulai nampak bakat dan minatnya

Dengan mengetahui tugas perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.[sumber :www.iqeq.web.id

Selasa, 18 Maret 2008

SILABUS BIMBINGAN KONSELING SMP

SILABUS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS KOMPETENSI Jenjang Sekolah : SLTP Sub Tugas Perkembangan : 1. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang ber- iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Bidang Bimbingan Rumusan Kompetensi Materi Pengembangan Kompetensi Kelas Kegiatan Layanan Kegiatan Pendukung Penilaian Keterangan1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya Macam-macam kaidah ajaran agama 1-3 - lay orientasi 2. Meyakini kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya Pokok-pokok keyakinan ajaran agama yang dianutnya 1-3 - lay bimb. kel. Bimbingan PRIBADI 3. Menjalankan kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya Praktik menjalankan ajaran agama 1-3 - lay bimb. kel. 1. Memahami pentingnya hubungan sosial sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama. Contoh-contoh hubungan menurut ajaran agama 1 - lay informasi Bimbingan SOSIAL 2. Menjalankan hubungan sosial berdasarkan kaidah-kaidah ajaran agama yang dianut. Praktik hubungan berdasarkan ajaran agama 2 3 - lay informasi - lay informasi, lay bimb. Kel Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 1
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami kaidah-kaidah ajaran agama tentang belajar. Contoh-contoh kegiatan belajar menurut ajaran agama Bimbingan BELAJAR 2. Mewujudkan kegiatan-kegiatan belajar sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama. Praktik kegiatan belajar menurut ajaran agama 1. Memahami pentingnya kaidah-kaidah agama dalam pengembangan karir. Contoh-contoh pengembangan menurut ajaran agama Bimbingan KARIR 2. Menjalankan kaidah-kaidah agama dalam pengarahan diri untuk pengembangan karir. Praktik kegiatan bekerja yang mengarah pengembangan karir menurut ajaran agama

Minggu, 09 Maret 2008

Tugas psikologi

Memahami Perkembangan Kita

Orang bilang, masa remaja itu masa yang paling indah, ekspresif, produktif. Tapi, kita juga dibilang sok tau, seenaknya, dan kurang bisa menghormati orang dewasa. Jadi, kita sebenarnya gimana, sih?

Ada berbagai aspek perkembangan yang kita alami, antara lain berkaitan dengan aspek sosial, emosional, konsep diri, heteroseksual dan kognitif. Yuk kita bahas satu-satu.

<>

Perkembangan sosial

Semula kita memang bertingkah laku sebagai anak-anak, ketika kita dalam tahap usia anak-anak, kemudian menjadi remaja lalu serta-merta orang dewasa memosisikan kita bisa berperilaku dewasa, menyesuaikan diri dengan peran-peran dewasa dan melepaskan diri dari peran-peran sebagai anak-anak. Di sinilah titik pangkal yang menyebabkan kita berada dalam kondisi yang sulit. Maka, timbullah kebutuhan kita, misalnya akan identitas diri, individualitas bahkan kebutuhan akan kemandirian. Nah, ketika kebutuhan tersebut muncul dan orang dewasa tidak memahaminya, lagi-lagi inilah yang sering menjadi sumber permasalahan kita dengan orang dewasa atau lingkungan kita.

Kita mungkin pernah mengalami kebingungan ketika menghadapi benturan nilai teman-teman dengan ortu. Rasanya sudah enggak sabar ingin lepas dari pengaruh ortu, berusaha mandiri, dan punya keputusan sendiri. Misalnya memutuskan untuk tampil cool dengan ikutan merokok bareng teman-teman lain. Padahal, merokok amat sangat dilarang oleh ortu.

Benturan nilai ini akan sering kita hadapi. Pada contoh yang lebih ringan adalah pemberlakuan jam malam. Kita mungkin harus sudah sampai rumah paling telat pukul sepuluh. Jadi, selamat tinggal party-party yang baru mulai pukul sepuluh malam. Sementara itu, banyak teman yang orangtuanya membolehkan mereka ikutan party sampai tamat.

"Perang dunia" menahun bakal terjadi, dan bukan enggak mungkin bakal kronis, jika kita bukan tipe anak yang punya hubungan hangat dengan orangtua. Hubungan itu malah akan membangun semangat saling mau mengerti antara kita dan ortu. Iyalah, ortu mana sih yang rela melepas anaknya pulang malam untuk datang ke acara (yang menurut mereka) enggak juntrung? Sebaliknya, anak mana sih yang enggak ngomel berat dilarang datang ke party paling cool sedunia sama ortunya?

Hubungan yang hangat dalam keluarga membuat kita mau menerangkan perasaan kita. Dan, ortu pun akan rela hati mendengarkan kita, juga mau menjelaskan alasan pelarangan itu dalam bahasa yang nyantai. Seringnya membuat kesepakatan antara kita dengan ortu, akan sangat membantu perkembangan diri kita. Termasuk perkembangan kehidupan sosial kita

Perkembangan emosi

Bentuk atau jenis emosi pada manusia itu ternyata banyak, misalnya; takut, khawatir, cemas, marah, sebal, frustrasi, cemburu, iri hati, ingin tahu, sayang, cinta benci dukacita, bahagia, dan masih banyak lagi. Lalu apa hubungannya dengan kita? Ternyata jenis atau bentuk emosi yang disebut tadi memiliki ciri-ciri perkembangan yang berbeda-beda dalam setiap tahapan perkembangan manusia. Dalam tahap remaja seperti kita sekarang ini ciri-ciri perkembangan emosi kita sebagai berikut:

• Lebih mudah bergejolak dan biasanya diekspresikan dengan meledak-ledak.

• Kondisi emosional yang muncul tadi berlangsung lama, sampai akhirnya kembali dalam keadaan semula.

• Emosi yang muncul sudah bervariasi, bahkan kadang bercampur-baur antara dua emosi yang (sebenarnya) bertentangan. Misalnya, benci dan sayang dalam satu waktu.

• Mulai muncul ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan emosi (sayang, cemburu, dan sebagainya).

• Mudah tersinggung dan merasa malu, karena umumnya sangat peka terhadap cara orang lain memandang kita. Tapi ini juga sangat tergantung dari perkembangan konsep diri kita.

Lalu bagaimana sebaiknya kita menghadapinya? Agar semuanya terjadi secara wajar, kita perlu upaya pengendalian emosi ataupun juga menghindari beban emosi. Caranya:

• Kita harus belajar menghadapi segala situasi itu dengan sikap yang rasional.

• Kita juga harus menghindari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat membangkitkan emosional. Kalau mengalami sesuatu yang bikin marah atau sedih, jangan kebawa emosi dulu.

• Memberikan respons terhadap situasi dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebih-lebihan, proporsional sesuai dengan keadaannya, dengan cara yang bisa diterima lingkungan sosial kita.

• Mengemukakan emosi positif kita (senang, bahagia, sayang) dan juga yang negatif (sebal, sedih, marah) secara benar dan proporsional.

Perkembangan konsep diri

Konsep diri ini berkenan dengan perasaan dan pemikiran kita mengenai diri kita sendiri, karena atas penilaian sendiri maupun penilaian dari lingkungan sosial kita. Misalnya kalau kita enggak puas terhadap kondisi fisik, maka konsep diri menjadi buruk. Hal ini membuat kita merasa rendah diri. Begitu pula sebaliknya, konsep diri positif bila kita menilai fisik kita menarik dan sesuai dengan yang diinginkan. Kalau kita dinilai oleh orang lain, misalnya sebagai remaja yang bisa gaul, pandai dan hal-hal yang positif lainnya, maka semangat positif itu dapat meningkatkan konsep diri dan ke-PD-an kita.

Salah satu ciri dari perkembangan konsep diri kita sebagai remaja ialah cenderung negatif antara lain karena berkembangnya fisik yang cukup drastis, kadang juga kurang proporsional (badan memanjang tapi kurus, bulat gemuk, dan sebagainya), merasa selalu diperhatikan orang lain atau menjadi pusat perhatian orang lain, memiliki aspirasi yang tinggi tentang segala hal.

Perkembangan kognitif

Dalam perkembangan ini perilaku yang muncul, misalnya kritis (segala sesuatu harus rasional dan jelas), rasa ingin tahu yang kuat (perkembangan intelektual kita merangsang untuk harus mengetahui segala sesuatu, dalam tahap ini muncul keinginan untuk bereksplorasi) dan egosentris (segala sesuatu masih dilihat dari sudut pandangannya).

Jadi, enggak usah terkaget-kaget dengan komentar orang dewasa terhadap diri kita, ya. Malah kalau perlu, beri mereka penjelasan bahwa beginilah perkembangan remaja. Bisa jadi, kita bakal terlihat lebih dewasa dibanding para orang dewasa itu.

Good luck!

YAHYA MA’SHUM DAN CHATARINA WAHYURINI (sumber: Modul PKBI)

Search :


Berita Lainnya :

·

"Drag Race" Enggak Cuma Adu Kencang

·

Memahami Perkembangan Kita

·

Telepon" Cordless", "Handphone" Paling Murah

·

Senang-senang di Hari Senin

·

CURHAT